Antara Gayus Ariel Serta Tukul


Ada tontonan asyik diikuti sekarang ini. Kendati beda genre, tapi simak nuansanya yang sama. Gayus yang serius, Ariel yang 'serem', dan Karni yang seru berakhir dalam gelak tawa versi Thukul.
Yang membedakan hanya, jika yang tiga orang itu tidak berkiat memancing tawa, sedang yang satu memang bertujuan untuk itu.

Gayus adalah pola yang paling serius. Maklum, mantan petugas pajak ini terbiasa kalkulasi dan utak-atik angka. Tapi tatkala 'angka' ratusan miliar yang ada dalam rekeningnya dibuka, dan puluhan petinggi negeri deg-deg plas, tawa pun mulai meledak. Sebab Gayus mengaku dana ratusan miliar dari orang-orang penting itu disalurkan kembali pada orang-orang penting di kepolisian, kejaksaan, kehakiman, juga pengacara.

Pengakuan itu tidak digelontorkan sekaligus. Saban sidang dirinya, dibuka selapis demi selapis. Setiap lapisan melahirkan kegaduhan. Dan kian banyak lapis yang dibukai, semakin menumpuk pula petinggi negeri yang harus diperiksa untuk jadi saksi pun kemungkinan tersangka. Itu kalau semua aparat mau menyeriusi.

Mata Gayus yang 'mirip-mirip' Thukul itu kini melahirkan parodi. Kita tahu dia tidak berniat 'ndagel'. Tapi ekspresi mukanya yang innocent, luapan pengakuan, serta 'matanya' itu menerbitkan senyum. Senyum pilu. Gayus mengeksplorasi gaya tampil Mister Bean. Mentertawakan kenyataan dan kebobrokan petinggi yang bergaya tidak bobrok dengan gaya lawakan. Polos yang menggoda.



Yang 'serem' tapi juga lucu itu Ariel. Dua cewek ngaku 'diho ho hi he' Ariel, tapi yang diindikasikan 'ngoho hi he' justru kukuh tidak ngaku-ngaku. Ini yang 'serem', seru sekaligus lucu. Tak terbayangkan betapa kian lucunya nanti jika vonis hakim jatuh. Hampir pasti akan kian, kian, dan kian lucu plus seram, karena moralitas sedang mendapat ujian berat.

Dan rekor yang paling seru sekaligus lucu terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro, Jawa Timur. Kasiem yang dipenjara 'membeli' Karni untuk ganti dirinya dalam bui. 'Tukar guling' ini dibayar Rp 10 juta, dan tentu melibatkan 'pihak dalam' agar 'jual-beli' kebebasan itu mulus jalannya.

Uniknya, kelucuan-kelucuan itu ditanggapi simpang-siur oleh petinggi berbagai institusi tempat 'panggung lawakan' itu digelar. Akibatnya lawakan itu bukan happy ending tapi justru bertambah lagi aktor lawaknya. Ini yang kian membuat ger-geran, terutama wacana-wacana yang dilontarkannya.

Tapi mengapa semua kelucuan itu justru terjadi di ranah hukum. Adakah ini tren baru, sebuah 'gerakan' untuk memindahkan kejenakaan di ruang interogasi dan sidang agar tidak terkesan angker lagi? Ataukah para aparat penegak hukum kita sedang melakukan reorientasi, penjajagan untuk berkarier di dunia lawakan yang prospeknya menjanjikan di tengah masyarakat yang 'sakit' sekarang ini?

Jika begitu kita perlu dukung agar Gayus bebas murni, Ariel merdeka bernyanyi, yang berperkara dan korupsi tertawa terbahak-bahak sambil kita ikut ngakak lihat wajah hukum kita semakin jauh dari atribut 'wakil Tuhan' di muka bumi.

Tapi benarkah aparat hukum kita menjadi pelawak? Ssttt, 'larangan pemerintah', yang tidak biasa main sirkus dilarang ikut bermain sirkus, nanti bisa dimakan singa atau digigit ular betulan.

Jadi, kalau hari-hari ini kita ingin tertawa, ikuti sidang Gayus atau Ariel. Amati wajahnya, mimiknya, cara ucapnya, serta pengakuan-pengakuannya. Gestur, diksi dan aksentuasi mereka jaminan Anda akan tertawa sambil bersimbah air mata.

Ya, ritus hukum kita telah benar-benar berubah menjadi resital Thukul.


oleh: *) Djoko Suud Sukahar adalah pemerhati budaya, tinggal di Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar