Kini Riedl paham kenapa Sepak Bola Indonesia gak pernah maju maju

Ini cerita menjelang Pertandingan Leg 1 Malaysia vs Indonesia. Ketika itu Dua utusan Menpora Andi Mallarangeng yang ingin menyambangi tim nasional (timnas) di Palace of Golden Horses, Kuala Lumpur, Sabtu malam (25/12) lalu, harus gigit jari.
Kedua utusan tersebut ditolak Alfred Riedl, pelatih Timnas. Alasan sang pelatih, ia tidak ingin konsentrasi pemainnya diganggu oleh hal-hal lain di luar lapangan.

Dua utusan Menpora itu datang ke hotel tempat timnas menginap untuk menyampaikan undangan makan malam. Para pemain Timnas akan diajak makan malam oleh Andi Mallarangeng.

"Sedianya, malam ini saya ingin mengecek kesiapan timnas kita sambil makan malam di tempat mereka menginap. Tentu saja sekaligus memberi semangat kepada seluruh jajaran timnas. Namun saya mendapat info bahwa timnas sedang berkonsentrasi bersama pelatih, karena itu saya tidak ingin menggangu konsentrasi mereka. Yang penting, kesuksesan timnas adalah nomor satu," begitu kata Andi Mallarangeng kepada wartawan.

Alfred Riedl belakangan memang sangat terganggu dengan kegiatan Timnas di luar lapangan. Sejak Timnas mengukir sukses sejak babak penyisihan hingga semifinal di ajang ASEAN Football Federation (AFF) Suzuki Cup 2010, sejumlah aktivitas di luar lapangan begitu menyedot energi pasukan timnas.

Sebut saja ketika timnas memastikan diri menuju final Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, langsung mengundang timnas dan official pada jamuan makan pagi di kediamannya, Jl Ki Mangunsarkoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (20/12/2010).

Sumber dari Pers Kompas dan Tabloid BOLA mengatakan, sebenarnya Alfred Riedl kurang sreg dengan kegiatan yang melibatkan anak buahnya tersebut. Sebab seharusnya saat itu para pemain harus direlaksasi usai menyedot energi saat berlaga melawan Timnas Filipina. Namun karena jamuan itu atas instruksi Ketua Umum PSSI Nurdin Halid, mau tidak mau Riedl akhirnya mengalah.

"Saat di rumah Ical (Aburizal Bakrie) Riedl terlihat tidak nyaman. Makanya dia memilih berada di barisan belakang. Saat itu Riedl alasannya ingin cari tempat adem dan berteduh di bawah pohon," ujar sumber itu.

Kekecewaan Riedl kembali terulang ketika Nurdin Halid menggiring skuad Timnas ke Pondok Pesantren Assidiqiyah, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, sehari sebelum keberangkatan Timnas ke Malaysia. Di ponpes yang diasuh KH Noer Iskandar SQ tersebut, Firman Utina dan timnya diajak doa bersama atau istighosah.

Acara tersebut dianggap mengganggu kondisi para pemain. Sebab itu dilakukan hanya dalam jangka waktu 16 jam saja sebelum timnas berangkat ke Malaysia. Belum lagi dengan ragam acara jamuan bisa mengganggu program diet yang ditetapkan para tim medis kepada para pemain.

Gangguan acara dari PSSI di luar sesi latihan diakui secara terbuka oleh Riedl. Dalam jumpa pers usai laga final leg pertama Riedl membenarkan bahwa dirinya terusik dengan eksploitasi tim baik dari media maupun federasi (PSSI).

"Ya media terlalu banyak minta wawancara tim. Belakangan ini aktivitas dari federasi juga agak mengganggu kami. Kegiatan-kegiatan yang berlebihan dan tidak perlu," sindir sang pelatih.

Euforia masyarakat terhadap timnas terutama sejak memenangi dua pertandingan pertamanya di fase grup dengan skor mencolok. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan sejumlah politisi demi pencitraan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang rela menyempatkan diri nonton di 2 laga pertandingan semifinal saat timnas melawan Filipina. Hal seperti ini diangap sejumlah kalangan terlalu berlebihan. Sebab masih banyak tugas negara yang perlu diurus selain nonton bola.

Seolah tidak mau kalah dengan SBY, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie usai pertandingan leg ke-2 antara Indonesia versus Filipina keesokan harinya langsung mengundang makan pagi timnas dan para official. Bahkan pada kesempatan itu, Ical, sapaan akrab Aburizal Bakrie, menyatakan akan menghibahan lahan seluas 25 hektar di Jonggol, Jawa Barat, untuk PSSI. Belum dijelaskan apakah ini tanah yang sama atau berbeda dengan proyek taman hiburan Bakrie di Jonggol.

Namun tudingan-tudingan tersebut dibantah juru bicara kedua tokoh partai tersebut. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Heru Lelono menyatakan, dari dulu SBY memang gemar olahraga. Jadi kepeduliannya terhadap olahraga sangat tinggi, termasuk sepak bola.

"Pak SBY sebetulnya memang suka olahraga. Dulu beliau pemain Voli. Tapi yang lebih jadi perhatian beliau adalah nilai sportivitas dan nasionalisme dari olahraga itu sendiri. Apalagi melihat kondisi timnas yang saat ini dinilai lebih sportif," terang Lelono kepada detikcom.

Lagi pula, imbuh Lelono, partisipasi yang dilakukan SBY untuk mendukung kebangkitan sepak bola di Indonesia. Yang tidak tepat adalah apabila timnas digiring untuk kepentingan politik, misalnya diajak perjamuan atau kegiatan di luar latihan.

"Yang saya dengar di Malaysia, menteri atau pejabat dilarang menemui timnasnya saat sedang mengikuti kompetisi. Apalagi diajak makan-makan. Nanti kalau keracunan makanan atau mencret-mencret gimana," ujar Lelono.

Sebelumnya kubu Ical juga membantah kalau kunjungan timnas ke rumah Ketum Golkar bertujuan politis. Juru Bicara Keluarga Bakrie, Lalu Mara, mengatakan, kunjungan timnas ke rumah Ical hanya silaturahmi. "Kunjungan itu silaturahmi yang diinisiasi oleh PSSI, dan hal itu hanya sebagai ucapan terima kasih PSSI atas dukungan sumbangsih keluarga Bakrie kepada PSSI selama ini," urainya.

Sekalipun dibantah, pencitraan lewat timnas yang dilakukan sejumlah politisi tidak bisa dianggap omong kosong. "Euforia masyarakat Indonesia terhadap Timnas memang sangat dimanfaatkan betul oleh para politisi. Mereka seolah tidak mau kehilangan momentum untuk mendongkrak citra mereka di masyarakat," jelas pengamat politik Universitas Indonesia, Musni Umar.

Tapi, eksploitasi berlebihan terhadap timnas bukan tanpa risiko bahkan berbuah blunder. Misalnya dengan kekalahan 0-3 dari Tim Malaysia akhirnya berdampak buruk bagi pencitraan mereka sendiri. Misalnya Ical yang pamornya jadi ikut terseret ketika publik merasa kecewa akibat kekalahan tersebut.

Yang jadi sorotan publik saat ini, kata Musni, tentu saja kinerja Ketum PSSI Nurdin Halid. Apalagi Nurdin sebelumnya terkesan sangat memanfaatkan timnas untuk pencitraan dirinya yang selama ini banyak dikritik masyarakat penggemar bola di Indonesia. "Nurdin itu kan kader Golkar. Dengan kondisi yang terjadi saat ini, timnas kalah tentu saja berimbas pada partai. Termasuk ketum partainya," ujarnya.

Bukan hanya lantaran kekalahan Timnas dari Malaysia. Reputasi Nurdin Halid yang selama ini dinilai negatif juga bisa mempengaruhi pencitraan Partai Golkar. "Selama ini masyarakat sepak bola kecewa dengan kepengurusan Nurdin. Beum lagi dengan kasus korupsi yang pernah menjeratnya. Tapi kenapa Partai Gokar tidak mendengarkan suara miring dari masyarakat tersebut?" tanya Musni.

Nah, dari sinilah Riedl baru paham kenapa SepakBola Indonesia yang sebenarnya punya potensi tetapi tidak pernah maju, karena akar masalahnya adalah gagalnya Negara dalam membina Sepak Bola secara Profesional.

0 komentar:

Posting Komentar